Laman

Minggu, 19 Agustus 2012

Konsolidasi Demokrasi Sulawesi Selatan ( II )


Saat Akar Golkar Tersebar

Sidik Pramono dan Aswin Rizal Harahap
 
Pemungutan suara Pemilihan Umum Gubernur Sulawesi Selatan baru akan berlangsung pada 22 Januari 2013. Namun, sekalipun pencoblosan masih terentang dalam waktu enam bulan mendatang, suhu politik di Sulsel terus meningkat selama tiga bulan terakhir.
Hingga kini terdapat tiga pasangan calon yang diperkirakan bakal bersaing ketat dalam pilkada nanti. Pasangan petahana (incumbent) Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu’mang dipastikan bakal maju lagi. Kendaraan utamanya adalah Partai Golkar yang masih terunggul di DPRD Sulawesi Selatan. Tantangan serius bakal muncul dari pasangan calon Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar Mudzakkar yang disokong koalisi yang dimotori Partai Demokrat.
Pasangan ketiga yang disebut-sebut sebagai ”kuda hitam” adalah pasangan Andi Rudiyanto Asapa-Andi Nawir Pasinringi. Pasangan ini disokong penuh Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Rudiyanto kini Ketua Partai Gerindra Sulsel. Jika klaim kedua pasangan lain benar, hitungan obyektif mengisyaratkan faktor persyaratan dukungan masih menjadi sedikit kendala bagi pasangan ini untuk maju mencalonkan diri. Menghimpun partai-parlemen kecil peluangnya.
”Tapi nanti pasti ada jalannya,” ujar Sekretaris Partai Gerindra Makassar Arif Bahagiawan optimistis.
Syahrul-Agus kini dijagokan Partai Golkar dan sejumlah partai lain. Saat maju dalam pilkada 2007, Syahrul-Agus yang kader Partai Golkar tulen justru maju didukung Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Amanat Nasional, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Lewat pertarungan ketat dan proses hukum berbelit, mereka mengalahkan pasangan Amin Syam-Mansyur Ramly yang didukung penuh Partai Golkar.
Dalam rentang usia yang tak jauh berbeda, ketiga pasangan ini bisa diikatkan dengan ”ilmu yang sama”, yakni faktor Golkar.
Pasca-kemenangan 2007, Syahrul-Agus telah kembali ke induknya. Keduanya tak pernah dipecat dari keanggotaan Partai Golkar. Syahrul kini menjadi Ketua Partai Golkar Sulsel setelah dalam musyawarah daerah ia mampu mengalahkan Ilham yang sempat mengisi posisi itu.
Imbas persaingan
Bisa jadi karena imbas persaingan di pucuk pimpinan nasional Partai Golkar, Ilham tak bisa mempertahankan kursi Ketua Partai Golkar Sulsel. Ilham yang masih tercatat sebagai Ketua Ormas Nasional Demokrat Sulsel itu kemudian menyeberang ke Partai Demokrat. Karier politik Wali Kota Makassar untuk periode kedua tersebut masih moncer. Ilham pun langsung meroket menjadi Ketua Partai Demokrat Sulsel.
Aziz yang putra mendiang Kahar Muzzakar pernah kalah telak saat maju sebagai calon gubernur pada 2007. Namun, Aziz terbukti sukses terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Sulsel sejak 2004. Kakak kandungnya, Buhari Kahar Muzzakar, Sekretaris Partai Amanat Nasional Sulsel dan kini anggota DPRD Sulsel. Saudaranya yang lain, Andi Mudzakkar, adalah Bupati Luwu sekaligus Ketua Partai Golkar Luwu. ”Dia (Andi Mudzakkar) yang paling pusing mau pilgub ini,” kata Buhari sambil tergelak.
Sementara, lama dikenal sebagai pengacara kawakan, Andi Rudiyanto Asapa terpilih menjadi Bupati Sinjai dua periode. Rudi cenderung ”merah”. Sebelum menjadi Ketua Partai Gerindra Sulsel, Rudi pernah memimpin Partai Republika Nusantara (RepublikaN) Sulsel. Untuk pilkada mendatang, Rudi menggandeng Andi Nawir, kini anggota DPRD Provinsi Sulsel dari Partai Demokrat. Nawir pernah menjabat Bupati Pinrang dua periode. Dengan Sulsel merupakan lumbung suara tradisional Partai Golkar, gampang ditebak afiliasi politik Nawir sebelumnya.
Persaingan (atau perpecahan) internal Partai Golkar telah terbukti berujung pada menyeberangnya tokoh Partai Golkar kepada kontestan pemilu lain. Sekalipun infrastruktur partai-partai lain belum sekokoh Partai Golkar, toh faktor ketokohan bisa membawa lari suara ke partai lain.
”Hal ini (menarik tokoh yang kecewa) seperti juga yang terjadi di daerah lain. Ini (di Sulsel) terjadi sangat kasatmata,” kata pengamat politik dari Unhas, Adi Suryadi Culla.
Bagaimana Partai Golkar menanggapi ini? ”Janggal kalau ada partai mau juara, namun tidak mencetak kadernya sendiri,” kata Wakil Ketua Partai Golkar Sulawesi Selatan Moh Roem dalam perbincangan medio Juli di Makassar. ”(Bagi Partai Golkar) tidak masalah karena nama besar pun, di lapangan belum tentu sebesar namanya.”
Roem mengakui kompetisi dalam pilkada gubernur nanti cenderung lebih terbuka. Meski survei menempatkan calon mereka unggul dengan selisih lumayan ketimbang calon lain, kerja keras tak boleh terhenti. Pengalaman saat 2007, manakala popularitas petahana anjlok dalam dua bulan menjelang pemungutan suara, penurunannya susah tertahankan. Meski demikian, Roem optimistis peluang calonnya masih lebih besar.
Politik akomodasi
Roem menekankan tidak ada persoalan terkait penetapan pasangan calon untuk pilkada gubernur. Hasil survei menjadi acuan dalam penetapan calon. Namun, Roem mengakui ada sedikit perbedaan pendapat di tingkat kabupaten/kota. Persoalan di Bone dan Takalar itu sudah terselesaikan, salah satunya lewat politik akomodasi.
Di Bone dan Takalar, dua anak bupati yang sedang menjabat ternyata tidak direstui oleh DPP Partai Golkar. Jalan akomodatif diambil di Takalar ketika Natsir Ibrahim digandeng sebagai calon wakil bupati. Sebaliknya, Andi Muh Irsan Galigo yang menjadi anggota DPRD Sulsel dari Partai Golkar nekat maju lewat jalur perseorangan. Jika mampu menggalang dukungan, ia akan menjadi Andi Fashar Padjalangi, kandidat Partai Golkar, yang pada pilkada sebelumnya kalah dari ayahnya. Kondisi seperti inilah yang diyakini akan memberaikan soliditas “beringin” saat pemilu gubernur nanti.
Sosiolog dari Universitas Hasanuddin, Rahmat Muhammad, menilai ikatan Partai Golkar Sulsel lebih bersifat kultural ketimbang struktural. Mayoritas kader lebih mengikatkan diri dalam ormas ataupun sekadar mendukung. Biasanya ikatan pada ketokohan, bukan menjadi keanggotaan-secara-masif. ”Patron-klien secara kultur sangat kuat. Kalau tokoh bersangkutan melakukan konsolidasi, itu berbahaya bagi Partai Golkar,” prediksi Rahmat.
Inilah risiko (ataukah keuntungan) manakala akar Partai Golkar telah jauh menyebar.
Sumber : Kompas.com
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar