KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
Candi Liyangan di Dusun Liyangan, Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo,
Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (23/12/2011). Situs Liyangan selain
tempat pemujaan juga merupakan pemukiman.
Penggalian di Dusun
Liyangan, Desa Purbosari, Kabupaten Temanggung, menemukan jejak permukiman
Mataram Kuno yang terkubur letusan Gunung Sindoro. Temuan ini sangat penting
karena selama ini jejak Mataram Kuno berupa candi.
Petunjuk awal bahwa di sekitar Liyangan pernah berdiri
perkampungan kuno ditunjukkan dengan penemuan arang-arang kayu bekas tiang
rumah serta anyaman bambu dan ijuk yang juga telah menjadi arang. Semua jejak
budaya itu ditemukan enam sampai delapan meter di dalam timbunan pasir dan
batuan.
Arkeolog dari Balai Arkeolog Yogyakarta, yang meneliti Situs
Liyangan, Sugeng Riyanto, mengatakan, Liyangan adalah bekas pedusunan yang
pernah berkembang pada masa Mataram Kuno. Selain itu, Liyangan juga menjadi
satu-satunya situs yang mengandung data arkeologi berupa sisa rumah dari masa
Mataram Kuno.
Dari jejak temuan yang ada, Sugeng dan peneliti Balai Arkeologi
Yogyakarta lainnya berupaya merekonstruksi rumah-rumah di Mataram Kuno, yakni
berbentuk rumah panggung yang didirikan di atas fondasi batuan andesit dan
berlantai kayu setebal enam sentimeter hingga delapan sentimeter. Sedangkan
atapnya terbuat dari ijuk dengan rangka bambu. Namun, rekonstruksi utuh rumah
panggung itu sulit dilakukan karena sebagian jejaknya rusak akibat penambangan.
Penemuan alat-alat kebutuhan sehari-hari menunjukkan kawasan ini
dahulu kala memang sebuah tempat hunian. Benda- benda yang banyak ditemukan
antara lain pipisan dan gandik yang merupakan alat penggerus obat-obatan pada
zaman dahulu.
Pipisan dan gandik ditemukan tersebar di reruntuhan candi. Di
kompleks ini pula ditemukan semacam petirtaan atau mata air yang menjadi tempat
utama pengambilan air untuk kebutuhan ritual keagamaan.
Tak hanya situs permukiman, kawasan yang berada di lereng Gunung
Sindoro ini diduga juga menjadi area pertanian.
Sugeng menyebutkan, masyarakat yang menghuni kawasan itu pada masa
lalu telah menguasai teknologi pertanian. Ini ditandai dengan temuan bangunan
mirip talud tebing yang dibangun dari kubus-kubus batu dan ”konstruksi” talud
dari boulder yang menempel pada talud tebing.
Meskipun belum diketahui fungsinya, diduga bangunan tersebut
merupakan hasil rekayasa lingkungan yang berkaitan dengan pertanian. Dugaan ini
diperkuat dengan ditemukannya sejumlah yoni di sekitarnya yang tak kontekstual
dengan bangunan candi. Yoni-yoni tersebut berkaitan dengan kegiatan pertanian
sebagai perlambang kesuburan.
Terkubur
Melihat tumpukan material yang menguburnya, diduga kuat
perkembangan peradaban ini terhenti akibat letusan Gunung Sindoro. Penanggalan
bambu terarangkan di Liyangan yang dilakukan Balai Arkeologi Yogyakarta
menemukan letusan itu kemungkinan terjadi pada 971 Masehi dengan penyimpangan
112 tahun.
Material yang mengubur kompleks Liyangan ini merupakan aliran
piroklastik atau awan panas Sindoro. ”Kompleks ini terkubur dalam satu kali
periode letusan karena tak ada perlapisan yang menunjukkan perulangan aliran
piroklastik,” ujar Helmy Murwanto, geolog Universitas Pembangunan Nasional
”Veteran” Yogyakarta. Volume letusan yang sangat besar mengisi lembah dan
meluap ke permukiman.
Penemuan Situs Liyangan memperkuat hipotesis bahwa deretan
pegunungan Merapi, Sindoro, Sumbing, dan Dieng menjadi semacam poros
berkembangnya permukiman Mataram Kuno. Jawa Tengah berkembang menjadi pusat
budaya klasik pada abad 7-10. Budaya yang dipengaruhi kebudayaan India itu mencapai perkembangan
pesat di wilayah Kedu dan Prambanan. Poros Kedu-Prambanan itu kini meliputi
daerah-daerah yang termasuk wilayah Kabupaten Magelang (Jawa Tengah) dan
Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta), khususnya sekitar Prambanan.
Kabupaten Temanggung yang terletak di sebelah utara Kabupaten
Magelang juga merupakan daerah penting pada masa lalu. Di wilayah itu ditemukan
cukup banyak candi dan prasasti dari masa Mataram Kuna.
Apalagi, di dekat situ ditemukan pula Prasasti Rukam di Desa
Petarongan, Kecamatan Parakan, di kawasan lereng Gunung Sindoro.
Prasasti Rukam ini merupakan satu-satunya prasasti yang secara
jelas menggambarkan dampak letusan gunung api terhadap peradaban di masa lalu.
"Munculnya letusan-letusan gunung yang kemudian mengubur peradaban
meyakinkan masyarakat saat itu bahwa tanah- tanah di tempat itu tak diberkati
Tuhan sehingga mencari daerah lain," kata Ketua Balai Arkeologi Yogyakarta
Siswanto. Sumber : kompas.com/tanahair
Tidak ada komentar:
Posting Komentar