
KOMPAS/FERGANATA
INDRA RIATMOKO
Lahar dingin mengalir deras melewati Dam Sabo
Kali Kuning, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta.
Oleh Agung Setyahadi/Aloysius B Kurniawan
Dam sabo untuk
mengurangi laju aliran lahar hujan agar tak melanda kota-kota di kaki Merapi,
seperti Yogyakarta dan Magelang, ternyata menyisakan masalah. Lahar kerap
membanjiri permukiman di sekitar dam sabo. Bahkan, dam sabo yang penuh endapan
dituding meluapkan aliran awan panas sehingga melanda permukiman di lereng
Merapi.
Keresahan terhadap
keberadaan dam sabo ditunjukkan Setiyono (37), warga Dusun Bendo, Mangunsuko,
Magelang, Jawa Tengah. "Lahar meluap ke persawahan dan permukiman karena
dam sabo penuh. Jalan di tepi desa terkubur pasir, batu, dan kerikil,"
katanya. "Untung dam sabo kemudian jebol sehingga lahar tidak lagi meluap
ke permukiman."
Jebolnya dam disyukuri
oleh Setiyono dan warga desa lain. "Awalnya kami meminta dam didinamit,
tetapi tidak ditanggapi oleh pemerintah," kata Setiyono. Ia marah karena
aliran lahar menggerogoti sawahnya hingga tersisa hanya 250 m2 dari luas awal
1.000 m2. Banjir lahar juga mengubur bagian belakang rumah Setiyono. Sejak dam
sabo jebol, lahar tidak lagi meluap ke permukiman. Aliran lahar mengalir ke
Kali Senowo.
Helmy Murwanto, geolog
dari Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta, menilai,
keberadaan dam sabo di sungai-sungai yang berhulu di Merapi perlu ditinjau
ulang. Kasus meluapnya lahar ke permukiman perlu dianalisis terkait pemilihan
lokasi dam ataupun konstruksi bangunannya.
Keberadaan dam sabo dan
fenomena luapan lahar dari alur sungai juga diteliti Langgeng Wahyu Santoso,
pakar geomorfologi pada Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada (UGM).
Langgeng menginterpretasi citra satelit skala besar Ikonos perekaman 15
November 2010 untuk memetakan luapan lahar di Kali Gendol.
"Dari citra satelit
Ikonos dan pengecekan lapangan, lahar memang meluap di sekitar dam sabo. Lahar
yang tertahan dam menumpuk dan meluap ke area sekitarnya pada jarak 350-500 meter
dari sungai," katanya.
Lahar Kali Gendol pada
2010 meluap ke sejumlah permukiman di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
Citra satelit Ikonos merekam luapan lahar di Dusun Ngepringan, Desa Wukirsari,
yang berjarak 11 kilometer dari puncak Merapi. Lahar juga meluap di Dusun
Bronggang dan Karanglo, Desa Argomulyo.
Di Dusun Bronggang,
lahar tertahan dam sabo pada Km 13 sehingga aliran lahar Kali Gendol meluap ke
timur dan menghancurkan permukiman di sekitarnya. Kondisi serupa terjadi di
Dusun Karanglo, material lahar tertahan dam sabo dan jembatan yang melintang di
Kali Gendol. Jembatan hancur dan lahar meluap ke timur, mengubur permukiman.
"Jika aliran lahar
di sepanjang Kali Gendol menemui belokan tajam dan curam, lalu menabrak dam
sabo, maka terjadi efek turbulensi. Lahar kemudian meluap dan menerjang
permukiman sekitarnya," ujarnya.
Awan panas
Teknologi dam sabo, yang
dikenalkan oleh Jepang tahun 1970-an guna menahan aliran lahar supaya tidak
membahayakan daerah hilir, pernah memicu kontroversi, yaitu saat aliran awan
panas Merapi yang meluncur di Kali Gendol meluap, dan mengubur obyek wisata
Kaliadem pada 2006.
Aliran piroklastik tidak
mengikuti alur sungai ke hilir, tetapi meluap ke Kaliadem, terus meluncur ke
Kali Opak. Luapan itu diduga karena luncuran awan panas tertahan dam sabo yang
dibangun di sebelah timur Kaliadem di dekat belokan alur sungai pada jarak 5-6
kilometer dari puncak Merapi.
Kasus serupa terjadi
saat letusan Merapi 2010. Keberadaan dam sabo di Kali Gendol dituding warga
sebagai penyebab terjangan awan panas ke Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan,
Sleman. ”Karena tertahan dam, awan panas meluap dan berlari ke kanan kiri Kali
Gendol. Sebagian besar permukiman di Kepuharjo habis tersapu awan panas,” kata
Kepala Desa Kepuharjo Heri Suprapto.
Tercatat, 200 hektar
kawasan Desa Kepuharjo tersapu awan panas. Desa itu kini jadi lautan pasir dan
batu. Dari 200 hektar, baru 17 hektar lahan yang dikeruk pasir dan batunya
untuk ditanami kembali oleh warga.
Tak seperti erupsi
sebelumnya, di aliran Kali Gendol, letusan Merapi tahun 2010 meluncurkan awan
panas sejauh 17 kilometer. Keberadaan dam sabo yang berlapis-lapis di sepanjang
sungai ini tak mampu menahan derasnya aliran lahar serta awan panas Merapi.
Guru Besar Geografi UGM
Sutikno mengatakan, dam sabo yang berfungsi mengendalikan lahar seharusnya
dibangun di luar jangkauan awan panas supaya tidak membelokkan awan panas ke
permukiman.
Selain itu, menurut
Sutikno, dam sabo semestinya tidak dibangun di belokan sungai. "Kalau di
belokan, laharnya pasti meloncat ke luar. Sedimen di dam sabo juga harus rutin
dikeruk," katanya.
Meski demikian, tahun
ini pemerintah tetap memprioritaskan perbaikan infrastruktur dam sabo di
sepanjang sungai- sungai yang berhulu di Merapi. Pemerintah masih yakin bahwa dam
sabo mampu mengantisipasi terjangan lahar Merapi.
Menteri Pekerjaan Umum
Djoko Kirmanto, yang ditemui di Yogyakarta, pertengahan Januari 2012,
mengatakan, pihaknya akan mendata ulang dam sabo di sepanjang aliran sungai di
Merapi, mana yang perlu diperbaiki dan dipertahankan.
Djoko mengakui, kondisi
dam sabo di lereng Merapi sebagian besar penuh terisi material vulkanik. Untuk
itu, masyarakat bisa memanfaatkan endapan material vulkanik berupa pasir dan
batu untuk ditambang.
Kepala Balai Sabo Balitbang
Kementerian Pekerjaan Umum Untung Budi S mencontohkan, aliran lahar dingin di
Kali Code yang berhulu di Kali Boyong relatif bisa dikendalikan. Dengan adanya
dam sabo, daya rusak lahar dingin bisa dikendalikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar