Pastor
Paroki Santa Maria Mater Dei,Oepoli, Pastor Beatus Ninu,Pr.kepada wartawan di
Kupang, Jumat, 2 Maret 2012, mengatakan, ,umat katolik setempat melakukannya
dalam bentuk Rogare (bahasa latin) atau berdoa dengan intensi khusus meminta
hujan turun ke bumi.
“ Rogare
atau masyarakat setempat menyebutnya Roga biasanya diawali dengan doa dan tapa
selama tiga hari (senin-rabu) oleh tua adat atau pemimpin setempat di dalam
Kapela Santu Reliqi Oepoli, sedang umat lainnya melakukan selama sembilan hari.
Hal ini dilakukan karena sejak akhir Januari lalu, intensitas hujan di wilayah
Kecamatan Amfoang Timur,Kabupaten Kupang, sangat minim,” ujarnya.
Menurutnya,
yang unik dalam Doa Roga ini adalah tiap kutub memiliki pelindungnya
masing-masing. Arah selatan adalah Nossa Senhora (Bunda Maria), Utara St
Antonio Lagnio (St. Antonius Padua), Timur St Fransiskus Xaverius dan Barat St
Don Louis IX.
Ia
menuturkan, pemimpin doa saat itu adalah Gregorius Parera yang juga adalah cucu
Albino Parera pemimpin sebelumnya. Keduanya adalah penjaga Kapela Santu Reliqi
Oepoli, Dalam kegiatan Roga ini, peserta wanita memakai mahkota dari lingkaran
batang dan daun anggur hutan atau orang Timor Dawan menyebutkan “Nonmeob”
dengan rambut harus dibiarkan tergerai.

“ Doa Roga
ini diakhiri dengan Romata (pembersihan diri). Pada hari ke-9, perarakan menuju
barat dan berputar kembali ke Pantai Faifnafu di Oepoli.
Ketika tiba di Pantai Faifnafu, semua peserta membuka
perlengkapan tempurung dan mahkota kemudian membuangnya ke laut,” katanya.
Ia
menjelaskan, Ritual doa ini didahului oleh pemimpin doa membuka kain
hitam yang dipakai menyelubungi salib kemudian mengibaskan ke arah empat kutub
mata angin, yakni utara-selatan, timur-barat, baik di darat maupun laut sambil
menyebut nama Allah Tritunggal untuk berkenan menurunkan hujan dari langit.
Ia
menambahkan, ada keyakinan yang sangat kuat dikalangan masyarakat Oepoli bahwa
pada hari ke-9 (hari penutupan novena) akan terjadi hujan yang sangat lebat.
Dan ini sudah terjadi berulang kali.
Salah
seorang umat di Paroki Santa Maria Mater Dei Oepoli,, Sebastianus Balu,
mengatakan, digelarnya Doa Roga,tersebut, karena kondisi alam dan
kehidupan masyarakat di Oepoli bertambah memrihatinkan. Musim hujan yang
seharusnya menjadi berkat yang ditunggu-tunggu masyarajkat setempat ,ternyata
sangat minim.Sementara kehidupan umat juga semakin sulit.
Ia
mengatakan, dalam satu bulan terakhir, wilayah Oepoli yang terkenal sebagai
salah satu daerah lumbung pangan di Kabupaten Kupang, tidak lagi turun hujan
sehingga lahan pertanian serta persawahan yang sudah diolah para petani
mengering kembali.
”Jika
dalam sisa musim hujan ini tidak lagi turun hujan maka masyarakat di Oepoli dan
sekitarnya akan mengalami kekurangan pangan yang berdampak pada bahaya
kelaparan,” ujarnya.
Balu,yang
juga seorang guru di wilayah itu khawatir persediaan pangan masyarakat
setempat akan terus menipis dan mereka terpaksa mengonsumsi tepung biji asam
atau putak sebagai pengganti makanan,karena kian menipisnya persediaan jagung
dan beras..


Tidak ada komentar:
Posting Komentar