Laman

Selasa, 11 September 2012

Menjaga Karst, Merawat Kehidupan

Karst Maros-Pangkep bukan hanya galeri alam berisi artefak manusia purba ataupun ruang hidup beragam flora-fauna endemis. Gugusan batu kapur seluas 300.000 hektar di Sulawesi Selatan itu juga merupakan penampung air raksasa yang memasok air bersih dan sumber irigasi. 
Bukit-bukit karst berderet membentuk benteng alam yang memagari Desa Rea, Kecamatan Minasatene, Pangkajene Kepulauan (Pangkep). Terik matahari kemarau mendera pada awal Agustus 2012.

 Namun, kekeringan tak menghampiri desa itu. Air mengalir di tepi pematang, kolam-kolam ikan dipenuhi air, dan hamparan sawah menguning siap dipanen. 

Menurut Satriani (21), petani Desa Rea, air itu berasal dari mata air yang banyak terdapat di perbukitan kapur yang mengelilingi desanya. ”Mata air itu mengalir sepanjang tahun. Tak pernah kering,” katanya.

 Dalam setahun, ujar Satriani, petani bisa memanen padi dua sampai tiga kali. Nurdin (55), petani lain, mengatakan, produksi sawahnya mencapai 2-3 ton gabah per hektar. Panen ini masih di bawah produksi rata-rata nasional sebanyak 5,1 ton per hektar. Menurut Nurdin, rendahnya produksi bukan karena kesulitan air, melainkan lebih ke pola tanam dan benih yang dipakai. ”Kalau air tidak pernah kekurangan,” katanya.

Hulu beberapa sungai
Selain untuk irigasi sawah, air dari mata air karst itu juga menjadi sumber air minum sekitar 250.000 jiwa yang bermukim di kawasan karst Maros-Pangkep. ”Bahkan, sumber air dari karst Maros disalurkan hingga ke Makassar,” kata Guru Besar Geologi Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Imran Umar.

 Penelitian Guru Besar Kehutanan Unhas Amran Achmad (2011) juga menemukan bahwa kawasan karst Maros-Pangkep merupakan hulu dari beberapa sungai besar, antara lain Sungai Pangkep, Sungai Pute, dan Sungai Bantimurung. Ketiga sungai besar ini merupakan sumber pengairan utama persawahan di Maros dan Pangkep.

 Imran mengatakan, perbukitan karst di Maros-Pangkep merupakan penampung air yang sangat baik. Perusakan karst akan berdampak serius terhadap ketersediaan air bersih.

 Potensi tambang
Di sisi lain, kawasan karst juga merupakan sumber tambang yang melimpah, terutama semen dan marmer. Deposit lain adalah batu kerikil dan pasir. Membentang dari Maros sampai Pangkep, karst Maros-Pangkep adalah yang terbesar kedua di dunia setelah karst di wilayah China bagian selatan.

Dosen Geofisika Unhas dan staf Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Unhas, Rahman Kurniawan, dalam laporannya menyebutkan, sampai tahun 1998 terdapat 24 perusahaan penambangan marmer dengan area eksploitasi seluas 15-25 hektar per perusahaan di kawasan itu. Penambangan semen yang dilakukan PT Semen Tonasa dan PT Semen Bosowa meliputi area seluas 2.354,7 hektar. 

Karst Maros-Pangkep, masih mengutip Rahman, diperkirakan menyimpan cadangan batu gamping sebagai bahan baku semen sebanyak 11.650 juta ton. PT Semen Tonasa yang memproduksi 3,5 juta metrik ton semen per tahun memberikan kontribusi terhadap penerimaan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan rata-rata Rp 500 juta setiap tahun.

Sementara deposit marmer diperkirakan 2.609 juta ton. Marmer dari karst Maros-Pangkep dikenal berkualitas nomor satu. Produknya sudah diekspor ke Singapura dan Malaysia. 

Sejauh ini, potensi kapur di Sulawesi, khususnya Sulawesi Selatan, telah ditambang untuk kepentingan industri semen. Selama tahun 2011, PT Semen Bosowa Indonesia telah memproduksi 2 juta ton semen dari sekitar 1.000 hektar area penambangan di karst Maros. Adapun PT Semen Tonasa pada tahun 2011 memproduksi 4 juta ton dari sekitar 2.000 hektar karst di Pangkajene yang ditambang,

Besarnya potensi ini membuat perusahaan tambang terus berusaha memperluas konsesinya. Kawasan karst yang diincar perusahaan tambang biasanya yang di luar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TNBB). ”Kalau yang di dalam kawasan TNBB relatif aman,” tutur Imran.

Salah satu yang diincar adalah kawasan Rammang-Rammang, Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Maros, sekitar 40 kilometer arah utara Kota Makassar. 

Kawasan unik

Kawasan Rammang-Rammang cukup unik karena lokasinya terpisah dari rangkaian karst yang sambung-menyambung dari Maros hingga Pangkep. ”Lokasi Rammang-Rammang terlalu dekat dengan pertambangan semen sehingga tidak masuk kawasan TNBB,” ungkap Amran yang menggagas pembentukan TNBB tahun 2004 itu.

”Beberapa kali perusahaan tambang datang dan menawar untuk membeli bukit-bukit karst Rammang-Rammang,” ujar Andi Ilham (30), warga setempat. ”Tapi, kami menolak.”

Alasannya, Rammang-Rammang adalah sumber air bagi 300 keluarga yang mayoritas petani. Menurut Daeng Kulle (42), petani di Rammang-Rammang, air digunakan warga setempat untuk menanam padi hingga tiga kali dalam setahun. 

”Kami tidak pernah mengalami kekeringan saat musim kemarau,” ujar Kulle. Rammang-Rammang bahkan termasuk daerah lumbung padi utama di Maros dengan produktivitas lahan rata-rata 6 ton per hektar sekali panen. Ia pun berharap kawasan karst di Rammang-Rammang dipertahankan.

Untuk memagari Rammang- Rammang agar tidak ditambang, Ilham dan kawan-kawannya membentuk Lembaga Bumi Mentari (LBM). Lembaga ini giat meneliti dan mengidentifikasi goa-goa dan kekayaan biota di kawasan karst ini. Sejauh ini, mereka sudah menemukan 30 goa yang di sebagian di antaranya terdapat lukisan prasejarah. 

Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Sulawesi Selatan Tamzil Tajuddin mengatakan, pihaknya telah membagi kawasan karst Maros-Pangkep dalam tiga kelas. Luas karst yang masuk kategori kelas I atau zona inti mencapai 14.932 hektar, sedangkan kelas II 21.266 hektar. Kedua kelas itu, yang mencakup 87 persen dari total luas karst, merupakan kawasan bebas aktivitas pertambangan.

Kawasan karst kelas III seluas 5.599 hektar (13 persen) diperuntukkan sebagai kawasan pengembangan ekonomi dengan cadangan batu gamping sekitar 60 miliar kubik. Saat ini sedikitnya terdapat 39 perusahaan tambang di Maros dan Pangkep yang mengelola area itu. Perusahaan itu mengolah semen, marmer, dan batu kapur.

Masalahnya, Rammang-Rammang berada di luar zona lindung. 

Menurut Amran, pemerintah seharusnya meninjau kembali zona lindung dan produksi di kawasan karst Maros-Pangkep. Khusus untuk Rammang-Rammang, dia berharap Kementerian Kehutanan menetapkan kawasan itu sebagai kawasan lindung khusus karena fungsinya sebagai daerah serapan air dan menyimpan banyak temuan prasejarah. (AIK/RIZ/LAS/AMR)
Sumber : kompas.com/tanahair

Tidak ada komentar:

Posting Komentar