TRIBUNNEWS/IMAN
SURYANTO
Pemandangan detik-detik meletusnya Gunung
Merapi yang mengeluarkan debu vulkanik serta awan panas (wedhus gembel)
terlihat dari Pakem, Sleman, Yogyakarta, Senin (1/11/2010).
Letusan Gunung Merapi
paling dahsyat yang tercatat dalam sejarah modern terjadi pada 15-20 April
1872. Letusan mematikan itu berlangsung selama 120 jam tanpa jeda. Awan panas
dan material jatuhan memusnahkan seluruh permukiman yang berada di ketinggian
di atas 1.000 mdpl. Letusan sangat mendadak
dengan lava kental, tekanan gas sedang, dan dapur magma yang dangkal seperti
letusan Gunung St Vincent di Kepulauan Antilles Kecil, Karibia, itu dicatat
oleh Kemmerling (1921) dan Hartmann (1934) yang menjadi rujukan penelitian B
Voight dkk (2000) dalam Historical Eruptions of Merapi Volcano, Central Java,
Indonesia, 1768-1998.
Letusan pertama pada 15
April 1872 tidak diawali gejala peningkatan aktivitas. Letusan berlangsung
selama lima hari dan menghancurkan kubah lava yang tumbuh pada 1867-1871. Pada
Agustus 1871, kubah lava setinggi 250 meter tumbuh di atas Pasarbubar, kawah
Merapi Tua. Puncak kubah lava itu 2.890 mdpl dan terus tumbuh hingga 2.907
mdpl.
"Suara letusan
seperti suara meriam terdengar sampai Karawang dan Priangan di barat, serta ke
timur hingga Madura dan Pulau Bawean," tulis Hartmann.
Letusan dahsyat itu
membentuk kawah oval 640 x 480 meter dengan kedalaman mencapai 500 meter.
Merapi terpotong bagian puncaknya hingga ketinggiannya hanya 2.814 mdpl. Merapi kembali meletus
dahsyat pada 2010, diawali pembongkaran sumbat lava dan terus terjadi letusan
tanpa membentuk kubah lava. Gempa bumi terus-menerus terjadi menjelang letusan
besar pada 3 dan 5 November, lebih dahsyat dibandingkan dengan letusan pada 26
Oktober karena menciptakan awan panas yang meluncur hingga 15 kilometer melalui
Kali Gendol. Material yang dimuntahkan mencapai 150 juta meter kubik. Berdasarkan data Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (30/11/2010), 61.154 orang mengungsi, 341 orang
tewas, dan 368 orang harus rawat inap. Amukan awan panas dan material jatuhan
menyebabkan 3.307 bangunan rumah, sekolah, puskesmas, dan pasar rusak. Nilai
kerugian mencapai Rp 4,23 triliun.
"Kita tidak tahu
apakah letusan 2010 merupakan akhir dari letusan besar yang dimulai dari tahun
2006 atau justru awal dari letusan yang lebih besar," ujar Subandriyo,
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta.
Andreastuti, peneliti
pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, dalam penelitiannya pada
1999 menemukan jejak letusan besar yang dikategorikan sub-plinian di Selo, sisi
utara Merapi. Letusan besar dengan kolom letusan mencapai 10 kilometer itu
terjadi pada kisaran tahun 765-911 Masehi. Jejak letusan besar itu menghasilkan
tepra atau endapan fragmen batu apung di Selo.
Letusan-letusan besar
Merapi juga pernah terjadi pada tahun 1822-1823. Letusan ini diawali dengan
penghancuran kubah lava dan membentuk kawah berdiameter 600 meter dengan bukaan
ke arah Kali Apu, Blongkeng, dan Woro. Luncuran awan panas itu mengubur delapan
desa. ”Gunung diselimuti oleh aliran api,” tulis Kemmerling.
Antara tahun 1832 dan
1836, Merapi kembali meletus besar. Letusan pada tengah malam 25 Desember 1832
itu terjadi tiba-tiba. Aktivitas vulkanik berlangsung hingga pukul 18.35. Erupsi Merapi pada 1930
menimbulkan awan panas yang meluncur hingga 20 kilometer ke arah barat,
mengubur 13 desa, merusak 23 desa, dan menewaskan 1.369 penduduk. Setelah
tenang selama dua tahun, Merapi kembali aktif mulai 19 Maret 1961. Aliran lava
pada bulan Juni diperkirakan mencapai 200.000 meter kubik per hari. Kubah lava
tinggal 10 persen setelah terbongkar dan menciptakan 119 luncuran awan panas.
Material erupsi diperkirakan mencapai 42 juta meter kubik.
Turgo dan Kaliurang
menjadi korban luncuran awan panas akibat guguran kubah lava pada 1994. Korban
tewas tercatat 64 jiwa.
Sumber : Kompas.com/tanahair
Tidak ada komentar:
Posting Komentar